Ibrahim Gelar Datuk Sutan Malaka atau Tan Malaka adalah tokoh, pemikir, dan guru bangsa Indonesia. Tan Malaka menghabiskan hampir 20 tahun hidupnya dalam pelarian.
Ibrahim Gelar Datuk Sutan Malaka lahir di Nagari Pandam Gadang, Suliki, Lima Puluh Kota, Sumatera Barat. Tan berangkat dari Teluk Bayur pada bulan Oktober 1913.
Bersekolah di Rijk Kweekschool di Haarlem, Belanda. Di sinilah Tan berkenalan dengan dunia politik dan ide dan teori revolusi. Pada saat-saat tinggal di Belanda ini-lah Tan terkena penyakit paru-paru akibat meremehkan iklim Eropa Utara. Pada masa-masa ini pula terjadi Revolusi Rusia (1917) yang membuat Tan semakin tertarik pada ide komunisme dan sosialisme. Tan mulai berkenalan dengan pemikiran Karl Marx, Friedrich Engels, Vladimir Lenin, dan Friedrich Nietzsche.
Tan mendapat tawaran dari Dr. C. W. Janssen untuk menjadi guru sekolah di perkebunan teh Belanda di Deli, Sumatera Timur. Tan tiba di Deli pada bulan Desember 1919 namun baru mulai mengajar pada bulan Januari 1920. Di sini Tan menghasilkan Deli Spoor, sebuah propaganda subversif untuk para kuli.
Tan ditawari pekerjaan sebagai guru di Jakarta oleh G. H. Horensma. Tawaran itu ditolak oleh Tan karena Tan ingin mendirikan sekolah sendiri. Tan kemudian menjadi anggota Volksraad dari sayap kiri, namun mengundurkan diri pada tanggal 23 Februari 1921.
Tan pindah ke Yogyakarta dan tinggal di rumah Sutopo, mantan pemimpin Budi Utomo. Di sini Tan bergabung dengan Sarekat Islam dan mengikuti Muktamar ke-5 Sarekat Islam. Muktamar ke-5 Sarekat Islam.
Sarekat Islam terpecah menjadi SI Putih dan SI Merah. SI Merah kemudian menjadi Partai Komunis Indonesia. Tan pindah ke Semarang atas undangan Semaun untuk bergabung dengan PKI. Tan kemudian menggantikan posisi Semaun sebagai pemimpin PKI pada Desember 1921. Tan berusaha menyatukan gerakan komunis dan gerakan Islam. Di bawah pimpinan Tan, PKI menjalin hubungan baik dengan SI.
Tan Malaka ditangkap dan diasingkan ke Amsterdam, Belanda oleh pemerintah kolonial. Di Belanda, Tan malah menjadi calon anggota parlemen nomor 3 di Partai Komunis Belanda.
Tan melamar menjadi legiun asing, namun gagal. Di Berlin inilah Tan bertemu dengan Darsono, salah satu tokoh Partai Komunis Indonesia.
Tan mewakili Partai Komunis Indonesia dalam konferensi Komunis Internasional (Komintern) keempat di Moskow. Tan diangkat menjadi wakil Komintern untuk Asia Timur di Kanton. Maka Tan berangkat ke Kanton.
Tan menjadi wakil Komintern untuk Asia Timur di Kanton. Di sini Tan menerbitkan majalah The Dawn dan menulis buku Naar de Republiek Indonesia pada tahun 1925. Di Kanton pula Tan menerima kabar kematian ayahnya.
Akibat sakit paru-paru yang dideritanya, Tan menyelundup ke Manila guna menyembuhkan penyakitnya itu. Dalam penyelundupan ini Tan menggunakan nama Elias Fuentes dan bekerja sebagai koresponden El Debate.
Tan masuk ke Singapura dengan menggunakan nama samaran Hasan Gozali dan mengaku sebagai orang Mindanao. Di sini Tan menulis buku Massa Actie.
Tan mendirikan Partai Republik Indonesia di Bangkok.
Tan berada di Filipina dan tertangkap polisi Filipina. Pada tengah malam bulan September 1927 Tan diusir dan dititipkan ke kapal Suzanna dengan tujuan Pulau Amoy (Xiemen).
Tan diturunkan di pulau Amoy.
Tan masuk Shanghai dengan menyamar sebagai seorang wartawan Filipina untuk majalah Bankers Weekly dengan nama samaran Ossario.
Pecah perang antara Cina dan Jepang. Tan mengungsi ke Hong Kong namun pada bulan Desember 1932 ia tertangkap dan dibuang ke Shanghai dengan kapal.
Pada saat perjalanan naik kapal Tan berhasil kabur dan melarikan diri ke pulau Amoy. Di sini Tan mendirikan sekolah bahasa Inggris dan Jerman pada tahun 1936. Setahun kemudian Jepang menyerang Amoy. Tan mengungsi ke Rangoon.
Tan tiba di Rangoon. Tan hanya menetap selama sebulan di Rangoon. Ia kemudian pergi ke Singapura.
Tan mengajar bahasa Inggris dan matematika di sebuah sekolah Tionghoa. Saat pasukan Jepang tiba, Tan pergi ke Indonesia melalui Penang, Malaysia.
Tan tiba di Penang dan menunggu kapal ke Medan. Pada tanggal 10 Juni 1942, Tan berlayar ke Medan dengan nama samaran Legas Hussein.
Tan mampir di Padang dan mengaku sebagai Ramli Hussein. Dari Padang Tan melanjutkan perjalanan ke Lampung, kemudian Jakarta.
Tan sampai di daerah Rawajati pada bulan Juli 1942. Di sini ia menulis Madilog dan Aslia.
Tan menjadi kerani di pertambangan batu bara di Bayah, Banten. Tan menggunakan nama samaran Ilyas Hussein.
Tan menggerakkan pemuda untuk mengadakan rapat raksasa di Lapangan Ikada.
Tan menggalang kongres Persatuan Perjuangan untuk mengambil alih kekuasaan dari tentara sekutu.
Tan dan Sukarni tertangkap di Madiun. Persatuan Perjuangan dituduh akan mengkudeta Soekarno-Hatta. Sejak saat ini, Tan dan Sukarni hidup dari penjara ke penjara di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Tan dan Sukarni dipindahkan ke penjara di Magelang. Tan menulis Dari Penjara ke Penjara. Pada tanggal 16 September 1948 Tan dibebaskan.
Tan dan Sukarni mendirikan Partai Murba di Yogyakarta pada tanggal 7 November 1948.
Tan ditangkap dan dieksekusi oleh Tentara Republik Indonesia (TRI) pada tanggal 21 Februari 1949 di desa Selopanggung, Gunung Wilis, Kediri. Tan dituduh melawan Soekarno-Hatta.
Adapted from Tempo Edisi Tan Malaka